Dalam bus yang masih ngetem menunggu penumpang, pelan terdengar lagu-lagu Iwan Fals mengalun penuh keakraban dan perjuangan dari sound ala kadarnya bus antar kota antar provinsi Indonesia.
"Masih kosong, Mas ?" tanya perempuan muda menunjuk bangku di samping Kang Aje. Penampilannya sederhana, celana jeans dan baju lengan panjang hitam dan rambut berkelebat tak berkerudung.
"O kosong, Mbak." Kang Aje tidak memedulikan perempuan itu, dia sedang malas ngobrol. Perempuan itu mengeluarkan sebuah buku dari tas. Kang Aje melirik, "Sejuta hati untuk Gus Dur".
"Buku apik." pikirnya.
Dengan sudut matanya dia membaca penulis buku itu.
"Wah, buku Damien Dematra" batin kang Aje.
Salah satu karyanya berjudul "Ternyata Aku Sudah Islam" sebuah novel yang terinspirasi kisah nyata grup musik DEBU.
Bus mulai melaju tenang. Kang Aje belum berani bertanya atau menyapa perempuan di sampingnya yang nampak bibirnya tak bergincu itu. Sesudah agak lama akhirnya dia mencoba menyapa, berbekal rasa penasaran dengan buku yang ditulis oleh novelis yang juga pelukis dan jago nulis skenario itu.
"Mbak, saya ingin mengganggu," kata kang Aje tanpa basa-basi. Perempuan itu melirik dengan sudut matanya yang sekilas menajam. Tampaknya kang Aje salah sapaan.
"Ada gitu manusia yang ingin di ganggu?". Dia kaget mendengar jawaban si Mbak. tapi dia tipe orang yang bisa ngomong dengan siapa pun.
"Ada Mbak, kalau sebuah gangguan dari orang lain yang memang diinginkannya," katanya lancar sekali dengan niat mencairkan suasana dengan bumbu guyon. "Itu sebuah keinginan."
"Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini, Mbak!" tambahnya lagi.
"Hebat. Tapi awas, jangan sampai menyalahkan orang lain" timpal perempuan itu.
"Wah tidak, Mbak. Itu tidak adil".
"Katamu tidak ada yang yang tidak mungkin. Kalau kamu menyalahkan dirimu sendiri, itu juga tidak mungkin kan? Kamu mengharap digangggu orang tidak?" kata perempuan itu kembali tertunduk pada bukunya.
"Asemm.... Perempuan jutek," pikir Kang Aje, kecewa sapaannya tidak mendapat sambutan hangat. Kemudian hening, sayup-sayup suara lagu Iwan Fals berjudul "Kemesraan" mengalun. Mereka terdiam. Kang Aje sibuk dengan lamunannya dan si perempuan sibuk dengan bukunya.
Habis lagu iwan Fals, perempuan nampak jenuh dengan bacaannya. "Mau ke mana?" tanyanya. "Sudah tahu bus ini jurusan Semarang kan?" jawab kang Aje. Tidak ada satu helaan nafas, perempuan itu cepat menimpali.
"Kalau kamu di tanya mau ke mana, kamu akan menjawab ke depan?, ada juga yang melangkah mundur. Itu namanya kebodohan kalau dalam hidup" ungkapnya.
"Mbak, omongan sampean sok pintar sekali," Saut Kang Aje sambil menghadapkan badannya ke arah perempuan sejak awal nampak aneh itu.
Kang Aje cukup gregeten mendengar kata-kata si perempuan yang dari tadi belum juga tersenyum padanya. "Lebih baik sok pintar dari pada pintar itu sendiri. Orang yang sok pintar tidak tahu makna, tetapi orang pintar akan kebingungan dalam makna." Lanjut perempuan itu sembari menutup buku.
Aje terdiam sejenak, "Saya pusing dengarnya, Mbak..!!!"
"Berarti kamu orang pintar" sahut perempuan.
Seketika Kang Aje krekut-krekut dan sekaligus menyusun balasan "Mbak omongan sampean kok athos Mbak" pungkas Kang Aje.
Tapi apalah daya, baru saja Kang Aje mengucapkan kata (Mbak....) si perempuan itu nampak membereskan buku dan memasukkannya dalam tas berkemas akan turun dari bus.
Dengan penuh gaya kelaki-lakiannya Kang Aje burusaha ramah dan melempar senyum termanisnya.
"Monggo Mas Asssalmamu'alaikum," spontan ma' nyes treceb-treceb,
Kang Aje pun membalas "Alaikissalaam we er we be Embak......"
Perempuan turun, Kang Aje senyam-senyum.dan berpisah.
"Masih kosong, Mas ?" tanya perempuan muda menunjuk bangku di samping Kang Aje. Penampilannya sederhana, celana jeans dan baju lengan panjang hitam dan rambut berkelebat tak berkerudung.
"O kosong, Mbak." Kang Aje tidak memedulikan perempuan itu, dia sedang malas ngobrol. Perempuan itu mengeluarkan sebuah buku dari tas. Kang Aje melirik, "Sejuta hati untuk Gus Dur".
"Buku apik." pikirnya.
Dengan sudut matanya dia membaca penulis buku itu.
"Wah, buku Damien Dematra" batin kang Aje.
Salah satu karyanya berjudul "Ternyata Aku Sudah Islam" sebuah novel yang terinspirasi kisah nyata grup musik DEBU.
Bus mulai melaju tenang. Kang Aje belum berani bertanya atau menyapa perempuan di sampingnya yang nampak bibirnya tak bergincu itu. Sesudah agak lama akhirnya dia mencoba menyapa, berbekal rasa penasaran dengan buku yang ditulis oleh novelis yang juga pelukis dan jago nulis skenario itu.
"Mbak, saya ingin mengganggu," kata kang Aje tanpa basa-basi. Perempuan itu melirik dengan sudut matanya yang sekilas menajam. Tampaknya kang Aje salah sapaan.
"Ada gitu manusia yang ingin di ganggu?". Dia kaget mendengar jawaban si Mbak. tapi dia tipe orang yang bisa ngomong dengan siapa pun.
"Ada Mbak, kalau sebuah gangguan dari orang lain yang memang diinginkannya," katanya lancar sekali dengan niat mencairkan suasana dengan bumbu guyon. "Itu sebuah keinginan."
"Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini, Mbak!" tambahnya lagi.
"Hebat. Tapi awas, jangan sampai menyalahkan orang lain" timpal perempuan itu.
"Wah tidak, Mbak. Itu tidak adil".
"Katamu tidak ada yang yang tidak mungkin. Kalau kamu menyalahkan dirimu sendiri, itu juga tidak mungkin kan? Kamu mengharap digangggu orang tidak?" kata perempuan itu kembali tertunduk pada bukunya.
"Asemm.... Perempuan jutek," pikir Kang Aje, kecewa sapaannya tidak mendapat sambutan hangat. Kemudian hening, sayup-sayup suara lagu Iwan Fals berjudul "Kemesraan" mengalun. Mereka terdiam. Kang Aje sibuk dengan lamunannya dan si perempuan sibuk dengan bukunya.
Habis lagu iwan Fals, perempuan nampak jenuh dengan bacaannya. "Mau ke mana?" tanyanya. "Sudah tahu bus ini jurusan Semarang kan?" jawab kang Aje. Tidak ada satu helaan nafas, perempuan itu cepat menimpali.
"Kalau kamu di tanya mau ke mana, kamu akan menjawab ke depan?, ada juga yang melangkah mundur. Itu namanya kebodohan kalau dalam hidup" ungkapnya.
"Mbak, omongan sampean sok pintar sekali," Saut Kang Aje sambil menghadapkan badannya ke arah perempuan sejak awal nampak aneh itu.
Kang Aje cukup gregeten mendengar kata-kata si perempuan yang dari tadi belum juga tersenyum padanya. "Lebih baik sok pintar dari pada pintar itu sendiri. Orang yang sok pintar tidak tahu makna, tetapi orang pintar akan kebingungan dalam makna." Lanjut perempuan itu sembari menutup buku.
Aje terdiam sejenak, "Saya pusing dengarnya, Mbak..!!!"
"Berarti kamu orang pintar" sahut perempuan.
Seketika Kang Aje krekut-krekut dan sekaligus menyusun balasan "Mbak omongan sampean kok athos Mbak" pungkas Kang Aje.
Tapi apalah daya, baru saja Kang Aje mengucapkan kata (Mbak....) si perempuan itu nampak membereskan buku dan memasukkannya dalam tas berkemas akan turun dari bus.
Dengan penuh gaya kelaki-lakiannya Kang Aje burusaha ramah dan melempar senyum termanisnya.
"Monggo Mas Asssalmamu'alaikum," spontan ma' nyes treceb-treceb,
Kang Aje pun membalas "Alaikissalaam we er we be Embak......"
Perempuan turun, Kang Aje senyam-senyum.dan berpisah.